Tamu Kita: Bontot Sukandar dari Tegal

Halo sahabat kreatifa,. jumpa lagi dalam rubrik tamu kita. Kali ini yang menjadi tamu kita adalah Bapak Bontot Sukandar. Beliau adalah seniman asal Tegal. Bagaimana liputannya, yuk kita simak...


Menurut bapak bagaimana cara agar kami dapat meningkatkan minat antusiasme masyarakat terhadap seni drama itu sendiri? 
Ada dua hal yaitu mengapresiasikan drama di masyarakat, kemudian agar masyarakat itu tahu tentang isi drama itu sendiri. Yang pertama adalah ketidakjenuhan pelaku drama itu untuk menyajikan kepada masyarakat, tetapi untuk kita pelaku drama itu sangat sulit karena harus seperti mempromosikan sebuah produk secara terus-menerus. Hal yang kedua adalah bagaimana kita mementaskan naskah supaya masyarakat itu paham. Jadi, ada semacam keterlibatan emosi ketika masyarakat menyelesaikan pementasan kita, masyarakat tersebut seakan-akan terlibat cerita itu.

Jika dalam sebuah drama, sebagai ruhnya itu konflik, lalu bagaimana memunculkan konflik yang menarik sesuai dengan selera masyarakat, yang masyarakat itu sendiri bisa menikmati drama itu secara mendalam? 
 Sangat sederhana. Sebetulnya ada persoalan sama dengan konflik rumah tangga dan kemudian memunculkan konflik yang menarik kalau naskah itu sudah menarik kemudian di dukung dengan pemerannya. Ada dua hal yang perlu digarap yaitu mencari pemeran yang bagus. Penonton itu tidak mau tahu prosesnya dan ketika sudah menyaksikan sebuah pertunjukkan, mereka berhak menilai bagus atau tidak. Dalam hal ini paling tidak aktor bisa memancing emosi penonton. Biasanya dengan acting-akting verbal, kadangkala ada kekerasan dalam rumah tangga, bagaimana cara kita memerankan acting tersebut seakan akan menjadi realisme yang benar agar bisa memancing emosi penonton.

Lalu apakah tokoh tersebut memiliki naskah untuk menarik konflik tersebut, apakah si tokoh boleh melakukan improvisasi atau harus sesuai naskah ?
Kalau menurut saya naskah yang bagus adalah naskah yang bisa memancing kreatifitas actor. Artinya secara umum tidak ada yang mematok seorang pemeran harus bertindak. Bahkan sutradra pun kadangkala hanya mengarahkan gerakan-gerakan yang harus dilakukan para pemain sehingga akan ada kekayaan gerak seorang actor. Jadi, pada intinya seorang pemain boleh melakukan improvisasi. Persoalannya ketika actor itu bermain apakah lawan lainnya bisa mengimbangi permainan actor tersebut. Jika actor tersebut improvisasinya lebih bayak, maka lawannya pun juga harus banyak improvisasinya. Berbeda jika actor yang improvisasinya kurang maka drama tersebut akan terlihat nyomplang.

Berarti boleh jika seorang actor tersebut mengubah sedikit naskah untuk dikreasikan sendiri ?
Bisa saja. Seorang actor terlibat dalam pembuatan naskah. Jadi, intinya naskah apapun juka dimainkan seorang actor boleh diimprovisasi, ibaratkan satu naskah, jika dimainkan 20 kelompok teater maka akan berbeda semua pemainnya karena di situ ada semacam persepsi seorang sutradara kemudian ada kegelisahan sutradara bagaimana untuk melakukan acting tersebut. Contoh ada orang yang marah, orang A marah hanya dengan menggebrak meja, ada juga yang membantin gelas. Jadi, kadar emosi sangat berpengaruh dengan pemeran tokoh bahwa karakter tokoh bisa ditentukan dengan dialog maupun dengan ekspresi. Dalam memerankan tokoh harus dengan sangat jeli ekspresi mata juga sangat penting. Jadi, persoalan naskah hanya dijadikan garis besarnya saja. Oleh karena itu, dalam dialog juga ada improvisasinya.

Tapi ada sebuah naskah yang mengharuskan aktornya untuk melakukan suatu hal seperti “duduk termangu” ataupun yang lainnya. Itu menjadikan seorang actor merasa terpaksa dan tidak bisa berekspresi dengan bebas. Memang ada naskah yang seperti itu ?
Ya, kalau naskah mungkin hanya berbentuk tulisan yang meluruskan. Apakah ada naskah yang memasung kreativitas actor ? sepertinya tidak ada. Naskah yang seperti itu karena sebuah naskah hanya memberi ilustrasi karakter tokoh, makanya menjadi actor harus banyak bergaul dengan orang lain karena ada 5 orang yang duduk saja sudah berbeda.

Perbedaan drama dengan teater apa?
Sepertinya sama, hanya istilahnya saja yang berbeda. Sebelum ada islitah drama ada istilah “TONIL”. Setelah itu ada istilah drama kemudian menjadi modern menjdi teater karena ada sebuah gedung yang bernama teater. Kemudian teater menjadi sebuh grup. Biasanya drama cenderung pada realis. Tetapi pada intinya drama dan teater itu sama saja. Biasanya yang membedakan hanya sajiannya saja.

Pesan bapak kepada para siswa yang kurang minat sama drama dan teater, bagaimana supaya drama teater itu diminati ?
Sebetulnya drama/teater itu adalah sebuah media untuk mempromosikan sesuatu dan berlatih berperan. Kalian seharusnya bangga karena di sekolah ada ekstra teater. Sekolah perlu menyeimbangkan visi akademisnya yang mengedepankan otaknya dengan seni budayanya yang berhubungan dengan hati. Jadi, keseimbangan antara otak dan hati itu juga penting.
Tags: ×

0 komentar